Senin, 30 April 2012

Budaya Mencontek


Nama : Arum Kusuma Wardani
Kelas : 1 IA 12
NPM  : 51411207

Menyontek itu memiliki arti mencontoh atau melihat jawaban dari teman, internet atau dari kebetan ( istilah contekan ) yang sebenarnya tidak diperbolehkan dalam mengikuti ujian khususnya ujian dengan peraturan tutup buku. Mencontek pasti sudah tidak asing lagi untuk pendengaran kita, khususnya seorang pelajar. Setiap orang pasti berkeinginann untuk mendapatkan nilai yang baik di setiap pelajarannya,dalam mengisi rapot, ipk atau nilai sertifikat . Sebenarnya Menyontek itu adalah sebuah masalah atau bukan ? tergantung dari mana sudut pandang anda. Kalau dilihat dari sudut pandang si pembuat soal, tentu saja guru, dosen, atau tim pengawas mengadakan ujian untuk mengetahui seberapa besar ilmu yang sudah diserap oleh siswa atau mahasiswa nya, dan untuk mengetahui seberapakah keseriusan dari siswa nya, apakah ilmu yang diberikan terlalu cepat diberikan atau bagaimana, Tapi jika kita lihat dari sudut pandang Siswa, adanya ujian itu mengharuskan mereka untuk mendapat nilai yang baik, jika tidak mereka akan diberikan nilai yang jelek di akhir ujian nanti, padahal mungkin penyampaian guru yang kurang dimengerti, kecepatan dalam mengajarar atau memang kemalasan siswa menjadi factor yang mempengaruhi nilai tersebut. Dengan begitu muncul lah budaya yang ‘buruk’ yaitu mencontek. Siswa menghalalkan banyak cara baik atau tidak baik guna meningkatkan atau membuat nilai ujian mereka baik. Mau tidak mau, budaya mencontek kini sudah merebah kemana – mana, tidak hanya siswa yang duduk di Sekolah Formal, tetapi siswa yang duduk di kelas non formal juga sering melakukan hal yang sama , tujuannya sama yaitu mendapatkan nilai yang baik dan maksimal, entah sebenarnya itu bisa dipertanggungjawabkan atau tidak. Ada lagi hal yang membuat budaya Mencontek ini makin tidak di tabu kan, yaitu adanya Ujian Nasional. Mereka yang sebenarnya berprestasi di Sekolah sejak kelas awal hingga akhir bisa saja tidak lulus Ujian Nasional, dikarenakan berbagai factor , mungkin Setres karna berfikir ini adalah hidup dan mati mereka, mungkin nervous karna mengetahui Ujian Nasional adalah ujung tombak dari akademik mereka. Kedua Faktor ini sangat berpengaruh demi kelangsungan jalannya Ujian Nasional, bisa saja mereka menjadi berkeringat dingin yang mengakibatkan semua hafalan mereka menjadi hilang atau biasa disebut dengan ‘nge-blank’. Pemikiran siswa untuk mengatasi kejadian seperti itu adalah dengan membuat contekan, dengan begitu mereka merasa aman karna ada ‘back-up’an , dan biasanya pengawas saat Ujian Nasional juga menghalalkan mereka untuk berbuat seperti itu. Ini lah Budaya di Indonesia, yang sudah tidak bisa dipertanggung jawabkan lagi kejujurannya. Budaya yang semula terlihat bernilai positif ternyata bisa juga berubah menjadi negative, karna Budaya mencontek itu diterima di Lingkungan Masyarakat Indonesia. Oleh karna itu sebaiknya kita dapat memilih mana budaya yang sekiranya cocok dan mana Budaya yang sekiranya tidak cocok dengan ‘Life-Style’ di Indonesia.

Sabtu, 21 April 2012

Globalisasi dan Budaya


Nama : Arum Kusuma Wardani
NPM : 51411207
Kelas : 1 IA 12

Dalam definisi globalisasi menurut beberapa ahli, salah satunya adalah Jan Aart Scholte mengatakan globalisasi adalah: ”serangkaian proses dimana relasi sosial menjadi relatif terlepas dari wilayah geografis”. Sementara bila mana melihat definisi budaya diatas, maka bisa diartikan bahwa globalisasi budaya adalah : ”serangkaian proses dimana relasi akal dan budi manusia relatif terlepas dari wilayah geografis”. Sementara itu dalam pandangan hiperglobalis mereka berpendapat tentang definisi globalisasi budaya adalah: “homogenization of the wold under the uauspices of American popular culture or Western consumerism in general “. Ini berarti bahwa globalisasi budaya adalah proses homogenisasi dunia dibawah bantuan budaya popular Amerika atau paham komsumsi budaya barat pada umumnya.
Budaya di dunia ini bila dilihat secara garis besar sebenarnya memiliki dua kubu, kubu yang pertama adalah kubu Timur, negara – negara yang menganut budaya timur adalah negara – negara dari benua Asia seperti Malaysia, India, Vietnam, Arab, Singapore, Afganistan dan masih banyak lagi. Indonesia juga termasuk ke dalam negara yang menganut budaya Timur. Budaya timur pada umumnya adalah malu untuk melanggar hal – hal yang dianggap tabu, karna berfikir akan melanggar estetika. Budaya Timur terkenal dengan keterbukaanya, keagamaannya , kearifan serta tingkat kepedulian atau social yang tinggi terhadap sesama. Sedangka budaya yang lainnya adalah Budaya barat, atau westernest budaya ini di anut oleh bangsa Amerika, Yunani, Brazil, Rusia, China, Polandia, Italia, Spanyol, Meksiko dan masih banyak lagi negara lainnya. Mereka mempunyai sikap sikap yang sangat dekat dengan pergaulan yang bersifat negative, sangat berkebalikan dengan Budaya bangsa timur. Mereka melupakan nilai estetika, nilai – nilai ketuhanan , serta berfikir sangat individualism. Cara berpakaiannya pun sangat berlawanan dengan Budaya timur yang tertutup.
Penyebaran Budaya – budaya barat ini sangat cepat menjalar ke Negara – negara yang menganut Budaya Timur, itu disebabkan oleh adanya globalisasi, semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, dan banyak penemuan – penemuan dalam bidang telekomunikasi yang dapat mempercepat penyampaian informasi dari segala penjuru. Dalam era ini semua batasan – batasan yang ada antara negara – negara menjadi hilang, dunia akan dapat mengetahui dengan cepat masalah – masalah yang timbul dari suatu negara. Budaya – budaya yang sekiranya cocok atau pas dengan pemiliknya akan diterima dengan mudah dan budaya yang sekiranya tidak cocok akan ditolak. Cocok atau tidaknya suatu budaya dengan pemiliknya adalah beragam, setiap pemilik kebudayaan memiliki penilaiannya masing – masing . Perbedaan pendapat itu membuat aka nada kubu dengan budaya yang menyimpang dan kubu lain dengan budaya yang tidak menyimpang dengan etika dan norma – norma yang ada di dunia ini.

Namun ada pula unsur-unsur kebudayaan asing yang sulit diterima adalah misalnya :
a. Unsur-unsur yang menyangkut sistem kepercayaan seperti ideologi, falsafah hidup dan lain-lain.
b. Unsur-unsur yang dipelajari pada taraf pertama proses sosialisasi. Contoh yang paling mudah adalah soal makanan pokok suatu masyarakat.
c. Pada umumnya generasi muda dianggap sebagai individu-individu yang cepat menerima unsur-unsur kebudayaan asing yang masuk melalui proses akulturasi. Sebaliknya generasi tua, dianggap sebagai orang-orang kolot yang sukar menerima unsur baru.
d. Suatu masyarakat yang terkena proses akulturasi, selalu ada kelompok-kelompok individu yang sukar sekali atau bahkan tak dapat menyesuaikan diri dengan perubahan- perubahan yang terjadi.
Kesimpulan dari artikel ini adalah bahwa dengan adanya globalisasi yang mempengaruhi pertukaran informasi dan saling mencampuri satu budaya dengan budaya yang lain. Semakin luasnya budaya Timur yang menyimpang ke berbagai belahan dunia. Terpengaruhnya suatu budaya dengan budaya lain, kembali lagi kepada si pemilik dari budaya tersebut. Mereka ingin menggantikan, memodifikasi, atau menghapus budaya tersebut dengan budaya yang baru atau tidak.


Referensi :

Budaya Politik


Nama : Arum Kusuma Wardani
NPM : 51411207
Kelas : 1 IA 12

Menurut G. A. Almond dan S. Verba : Sikap orientasi warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya, dan sikap terhadap peranan warga negara di dalam sistem itu.
Menurut Mochtar Masoed dan Colin MacAndrews : Sikap dan orientasi warga suatu negara terhadap kehidupan pemerintahan negara dan politiknya.
Menurut Almond dan Powell : Suatu konsep yang terdiri dari sikap, keyakinan, nilai - nilai dan ketrampilan yang sedang berlaku bagi seluruh anggota masyarakat, termasuk pola - pola kecenderungan khusus serta pola - pola kebiasaan yang terdapat pada kelompok - kelompok dalam masyarakat.
Budaya Politik yang terlihat di Indonesia saat ini adalah, Untuk dipilih oleh rakyat mereka berusaha mencari perhatian seluruh rakyat Indonesia dengan memberikan sumbangan secara terang – terangan, memberikan pelayanan yang sengaja diliput media agar terlihat, menutarakan banyak janji – janji yang entah akan di lakukan atau ditak ketika mereka bersanding sebagai bagian dari kepemerintahan di Indonesia. Berbuat curang, entah bagaimana caranya sehingga bisa saja meraka yang tiba – tiba menang atas hak suara di suatu bagian tertentu.
Dan nantinya ketika mereka menjadi suatu bagian tertentu itu, belum tentu mereka menjalankan janji janji mereka, bahkan sikap mereka berubah seratus delapan puluh derajat dengan sikap mereka sebelum naik menjadi bagian yang mereka inginkan. Mereka langsung menjadi pribadi atau segerombolan orang yang tidak pernah melihat bagaimana nasih dari bawahannya, mereka mementingkan kepentingannya sendiri, hinggal rakyat menyesal telah memberikan suaranya kepada individu yang satu itu.
Indonesia menganut budaya politik yang bersifat parokial-kaula di satu pihak dan budaya politik partisipan di pihak lain. Sikap ikatan primodalisme masih sangat mengakar dalam masyarakat Indonesia. Masih kuatnya paternalisme dalam budaya politik Indonesia. Pada kenyataannya budaya politik di Indonesia adalah politik jual beli, atau biasa di sebut dengan Money Politic. Tujuan yang pada awalnya diperuntuk untuk kepentingan umum ( rakyat dalam hal ini ) menjadi kepentingan grup atau yang lebih parahnya untuk kepentingan pribadi. Mereka mengambil hak – hak rakyat yang dikumpul kan dalam bentuk uang dan digunakan untuk dirinya sendiri.Pengambilan keputusan dan kebijakan tidak lagi dipertimbangkan dari pandangan kondisi rakyat yang ada di lapangan ( di kenyataannya ), tetapi pertimbangan kebijakan – kebijakan ini selalu berdasarkan keuntungan atau kerugian bagi suatu kelompok tertentu yang memiliki tujuan untuk menimbun kekayaan melalui posisi jabatan yang mereka miliki. 

Referensi :
kusdiyono.files.wordpress.com/2010/09/budaya-politik-utk-print.ppt

Senin, 02 April 2012

Kebudayaan Merokok



Kebudayaan merupakan sikap sikap yang diterima oleh masyarakat sekitar. Jika menjadi suatu kebudayaan maka, sudah pasti kebudayaan itu sesuai dengan motto atau jalan pikiran dari masyarakat yang menganut kebudayaan tersebut. Untuk pembahasan kali ini saya akan meneropong kepada sikap yang sangat terlihat dan sering terlihat di sekeliling kita, yaitu kebudayaan merokok.
Saya adalah mahasiswa yang terlahir dari keluarga yang tidak mengkonsumsi rokok, oleh karna itu saya tidak terbiasa dengan menghirup asap rokok. Entah mengapa budaya merokok ini sudah merajalela di berbagai lapisan masyarakat Indonesia. Laki – laki maupun perempuan, dari Orang kaya sampai orang miskin, dari Tua sampai yang muda. Yang saya yakini, mereka yang merokok, berarti budaya merokok itu cocok dengan jalan pikirannya. Banyak alasan mengapa orang tersebut merokok, yang saya temui orang yang merokok disebabkan oleh depresi, mereka berfikir bahwa dengan merokok mereka merasa tenang, padahal nantinya mereka akan mengalami ketagihan akan rokok tersebut, lalu kebudayaan merokok sangat erat dengan ‘Gaya’, mereka menganggap dengan merokok mereka akan lebih mudah untuk bergaul, terlihat gaya dan tidak cupu. Padahal tidak ada hubungannya gaul, atau gaya dengan merokok. Bahkan itu sangat tidak sehat untuk organ organ yang ada di tubuhnya. Bahkan dengan merokok, orang – orang akan lebih mementingkan untuk membeli rokok dari pada membeli makan untuk keluarganya yang sekiranya tidak bisa makan. Mereka lebih memilih untuk menjalani kebudayaan hambur dan boros membeli barang yang begitu saja hilang tanpa ada kegunaan yang bersifat primer. Dengan sikap yang boros mereka akan terdidik dengan kebudayaan konsumtif, tanpa peduli dengan penderitaan sekitarnya. Dimulai dari kebudayaan yang kurang baik maka akan menghasilkan individu yang tidak baik di kedepannya.
Kehilangan sikap mencintai ilmu budaya dasar, adalah penyebab utama dari kebudayaan buruk ini. Jalan pikiran mereka mulai melenceng seiring terlupakannya sikap – sikap asli orang timur dan mulai tergeser dengan jalan pikiran dan sikap – sikap orang barat. Kita harus merasa tidak suka, menolak keras dan tidak sefikiran dengan kebudayaan – kebudayaan luar yang sekiranya memang tidak baik untuk dikembangkan di era ini.
 Tidak seluruh sikap – sikap dan jalan pikiran orang barat itu melenceng dan tidak baik untuk diikuti. Pemikiran kritis serta pemikiran yang jauh lebih ke depan, sangat baik untuk dicontoh.