Menurut
Koentjaraningrat, kata budaya berasal dari bahasa sangsakerta “buddhayah” yaitu
bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau akal. Jadi Koentjaraningrat,
mendefinisikan budaya sebagai “daya budi” yang berupa cipta, karsa dan rasa,
sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa itu sendiri atau
secara terperinci kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan
hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri
manusia dengan belajar.
Dilain
pihak Clifford Geertz mengatakan bahwa kebudayaan merupakan sistem mengenai konsepsi-konsepsi
yang diwariskan dalam bentuk simbolik, dengan cara ini manuia dapat
berkomunikasi, melestarikan, dan mengembangkan pengetahuan dan sikapnya
terhadap kehidupan.
Dilihat
dari definisi kebudayaan menurut Koentjaraningrat dan Clifford Geertz kita
dapat mengetahui bahwa suatu kebudayaan dapat tercipta dari manusia. Kebiasaan
manusia sebagai makhluk sosial inilah yang dapat mendorong terciptanya suatu
kebudayaan. Suatu kebudayaan memiliki arti penting tersendiri bagi yang menjadi
pengikutnya. Mereka menganggap bahwa kebudayaan itu bersifat turun menurun dan
harus selalu dibudidayakan oleh masyarakat yang sepikiran dengan kebudayaan
tersebut. Kebudayaan dapat terbentuk oleh beberapa individu di wilayah
tertentu, dan pemilik dari kebudayaan tersebut disebut masyarakat. Kebudayaan
sudah pasti dimiliki oleh masyarakat , tetapi masyarakat belum tentu mempunyai suatu
kebudayaan. Kata masyarakat diambil dari Bahasa Arab yaitu musyarak yang diartikan sekelompok orang yang hidup dalam satu
komunitas yang teratur.
Menurut
Syaikh Taqyuddin An Nabhani, sekelompok manusia dapat dikatakan sebagai sebuah
masyarakat apabila memiliki pemikiran, perasaan, serta sistem dan aturan yang
sama. Jadi dapat diartikan bahwa suatu kebudayaan dapat tercipta dari
sekelompok orang yang mendiami suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu yang
memiliki pemikiran, perasaan, serta sistem dan aturan yang sama.
Sifat
dari kebudayaan itu sendiri selalu sesuai dan seimbang dengan masyarakatnya,
menjadi tetap jika pemiliknya dalam hal ini masyarakat yang tidak terjangkau
dari lingkungan luar atau bisa menjadi berubah-ubah jika pemiliknya merasa
kebudayaannya harus ditinggalkan. Perubahan kebudayaan itu diakibatkan oleh 2
macam sebab, yang pertama sebab yang berasal dari dalam yaitu masyarakat
pendukungnya sendiri, dan yang kedua sebab yang berasal dari luar lingkungan
masyarakat itu. Semua yang menimbulkan gerak yang nyata, yang menimbulkan
perubahan dan kemajuan kebudayaan ialah sebab yang berasal dari luar. Setiap
masyarakat menyesuaikan diri dengan menerima segala sesuatu yang baru dan cocok
dengan kehidupannya , dan dari keterbukaan tersebut kebudayaan yang lama
terpaksa harus ditinggalkan. Bertemunya satu kebudayaan dengan kebudayaan yang
lain adalah akibat dari adanya ikatan atau hubungan antara para penduduknya,
baik masyarakat seluruhnya ataupun sebagian dari masyarakat tersebut dan akibat
dari ikatan tersebut ialah pengaruh dari kebudayaan lain, dengan begitu
terjadilah pergantian kebudayaan antara kebudayaan yang lama dengan kebudayaan
yang baru, walaupun pergantian kebudayaan tersebut tidak terjadi secara cepat
dan signifikan, butuh banyak keyakinan untuk menggantikan kebudayaan yang lama.
Sebagai contoh adalah siswa SMA, ketika duduk di bangku SMP dia belum mengenal
dan merasa tidak membutuhkan benda yang bernama rokok tetapi setelah duduk di
bangku SMA, dorongan-dorongan yang kuat dari teman, rasa ingin tahu yang
mengebu-gebu membuat siswa tersebut mulai mencoba benda yang benama rokok
tersebut dan setalah lulus SMA dan memasuki dunia perkuliahan, budaya merokok
itupun sudah terlihat biasa di dirinya. Jadi kebudayaan itu sangat menyesuaikan
pikiran, dan keinginan dari masing-masing individu di dalam masyarakat.
Suatu
kebudayaan akan terus berlanjut apabila masyarakat pendukungnya tetap
mempertahankannya. Tetap mencoba berinteraksi dengan lingkungan diluar
maskyarakat tetapi memilah-milah mana kebudayaan yang cocok dan tidak cocok, mana
kebudayaan yang dapat tergantikan dan mana yang tidak dapat tergantikan. Bagi
kebudayaan yang tidak dapat tergantikan, maka kebudayaan tersebut akan terus
berlangsung sampai masyarakat tersebut marasa tidak sepikiran lagi dengan
kebudayaan tersebut. Olah karena itu diperlukan anggota-anggota baru di
lingukungan masyarakat tersebut yang dilahirkan kemudian dilatih, diajarkan,
dan dididik untuk menjadi anggota yang menggunakan kebudayaan di lingkungan
masyarakat tersebut. Seperti kebudayaan yang sudah terkenal di Indonesia
tepatnya di bali, penduduk asli hindu-bali sampai saat ini masih menjalankan
kebudayaan mereka yang sering disebut potong gigi. Individu yang sudah dianggap
beranjak dewasa atau remaja yang mengikuti kebudayaan ini di wajibkan mengikuti
upacara manusa yadnya, dengan mengikis 6 gigi bagian atas yang berbentuk
taring. Mereka meyakini tujuan mereka dari upacara ini ialah untuk mengurangi
sifat buruk pada yang bersangkutan. Menurut masyarakat di dearah sana,
kebudayaan ini harus terus dilestarikan, jadi mereka menurunkan kebudayaan ini
kepada keturunan mereka. Berbeda dengan pendapat saya sendiri , menurut saya
kebudayaan seperti itu saat ini tidak begitu menarik simpati banyak orang,
mungkin akan banyak orang yang menghindari kebudayaan seperti itu, karena
masyarakat sekarang lebih berfikir secara ilmiah, mereka berfikir bahwa gigi
taring tersebut pasti mempunyai daya guna, jadi untuk apa gigi taring harus di
kikis, dan saat pengikisannya pun pasti agak menyakitkan.
Jadi
dapat disimpulkan bahwa masyarakat tersebutlah yang membuat suatu kebudayaan ,
jika lingkungan di maskyarakat itu buruk maka akan tercipta juga kebudayaan
yang buruk, contohnya di suatu daerah yang terbiasa dengan kebudayaan berjudi,
sehingga di daerah tersebut istilah judi itu biasa dan tidak tabu lagi dan jika
lingkungan di masyarakat tersebut baik maka akan tercipta pula kebudayaan yang
baik, contohnya berpakaian yang sopan dan tutur kata yang baik.
0 komentar:
Posting Komentar